ADAB MUSYAWARAH
ADAB MUSYAWARAH
Musyawarah artinya berembug, musyawarah agama adalah berkumpul untuk memikirkan agama agar terwujud dalam din sendiri dan diri setiap orang Islam.
Maksud musyawarah adalah untuk menyatukan hati, menyatukan pikir dan menyatukan gerak agar hidayah Allah curahkan untuk seluruh Umat Islam.
Adab-adabnya sebagai berikut:
1. Musyawarah dipimpin oleh seorang amir (Pemimpin Musyawarah), sebaik-baik amir musyawarah adalah amir jama'ah.
2. Jika perlu, amir (atau yang diputus) memberikan ceramah singkat untuk membentuk pikir para peserta musyawarah tentang arti, maksud dan rujuan musyawarah, serta timbulnya semangat pada setiap peserta musyawarah.
3. Tidak ada doa khusus untuk musyawarah, tetapi hendaknya masing-masing berdoa:
اللهم أَلْهِمْنَا مَرَاشِدَ أمورنَا وَأَعِذْنَا مِنْ شُرُورِ انفُسِنا ومن سيئات أعْمَالِنَا
Ya Allah! Berilah kami ilham kepada jalan lurus pada urusan kami dan lindungilah kami dari keburukan diri kami sendiri, serta keburukan amal perbuatan kami.
4 Peserta musyawarah menyampaikan laporan kerja yang telah di lakukan
5. Amir musyawarah meminta usul kepada para makmur, mulai dari sebelah kanan, memutar hingga ke sebelah kiri, orang orang tertentu yang ditunjuk amir
6. Makmur menyampaikan usulan yang dia anggap terbaik bagi kemaslahatan umat, namun setelah usulan disampaikan, hendaklah ia menganggap bahwa usulan orang lain lebih baik
7. Usulan hendaknya disampaikan secara global dan singkat. Lalu jika diminta detailnya, barulah menyampaikannya secara rinci.
8. Jika usulan diterima, hendaklah pemilik usulan beristigfar, sebab mungkin saja usulan itu akan mendatangkan mudarat, sebaliknya jika usulan ditolak hendaklah mengucapkan hamdalah, karena ia terbebas dari kemungkinan mudarat tersebut.
9. Tidak memotong pembicaraan (interupsi) usulan orang lain, tunggulah orang lain selesai bicara dan tidak boleh menguatkan pendapat orang lain.
10. Keputusan diambil berdasarkan ilham dari Allah ta'âlâ, dengan mempertimbangkan maslahat, tidak mesti mengikuti suara yang terbanyak.
11. Tidak mengajukan diri sendiri dalam suatu tugas, kecuali tugas khidmat dan mutakallim pada silaturahmi kepada Umat.
12. Jika keputusan telah diambil, hendaknya semua peserta musyawarah mengambil sikap sami'nâ wa atha'nâ (mau mendengarkan dan mematuhi).
13. Tidak boleh mengadakan musyawarah kecil-kecilan, atau musyawarah tandingan, karena hal ini akan menimbulkan peluang setan untuk memecah belah jamaah.
14. Musyawarah diakhiri dengan Doa Kafaratul Majelis
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
"Maha Suci Engkau ya Allah, aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertobat kepada-Mu."


Komentar
Posting Komentar